Seorang presiden tentu mampu membeli seikat buah rambutan. Jangankan seikat, satu gerobak pun pasti mampu dibeli olehnya.
Namun, tak demikian dengan Presiden Soekarno . Percaya tidak percaya, Presiden yang satu ini tak mampu membeli seikat rambutan karena tak memiliki uang.
Ceritanya, setelah Soeharto diangkat menjadi pejabat presiden RI pada maret 1967, kehidupan Bung Karno begitu dibatasi oleh pemerintah. Bung Karno tak boleh masuk Jakarta dan hanya boleh berada di Bogor. Saat itu Bung Karno tinggal di Paviliun Istana Bogor.
Meski telah ditetapkan sebagai tahanan politik oleh pemerintahan Soeharto , Bung Karno tak pernah menampakkan kesedihannya kepada orang lain. Bung Karno masih sering jalan-jalan keliling kota untuk melihat situasi dan kondisi rakyat. Suatu ketika, Bung Karno tengah berkeliling kota dengan menumpangi mobil VW Combi.
Tiba-tiba Bung Karno meminta ajudan perempuannya, Putu Sugiarti, untuk membeli satu ikat rambutan dari pedagang rambutan di pinggir jalan.
"Tri,
beli rambutan.' Saya tanya 'Uangnya mana?' 'Sing ngelah pis,' ujarnya
dalam bahasa Bali yang berarti saya tidak punya uang. Jadi pakai uang
saya," demikian cerita Putu Sugiarti dalam buku 'Hari-Hari Terakhir
Sukarno' Karya Peter Kasenda, terbitan Komunitas Bambu.
Putu Sugiarti lantas menuruti perintah Bung Karno . Dia tahu betul Bung Karno sangat menyukai rambutan rapiah. Dia lantas mencicipi terlebih dahulu rambutan itu di tempat pedagangnya.
"Bang antarkan ini ke bapak yang di mobil itu, yang kepalanya botak," kata Putu. Saat itu Bung Karno sudah tak lagi mengenakan peci dan kacamata.
Pedagang rambutan itu pun menuruti permintaannya. Dia langsung mengantarkan rambutan itu ke mobil. "Dia antar. Bung Karno bertanya dengan suara khasnya, 'Benar manis?," tanya Bung Karno .
Sadar pria di dalam mobil adalah Bung Karno , pedagang rambutan itu langsung histeris. Dia langsung memberitahukan kepada semua orang ada Bung Karno di dalam mobil. Suasana pun berubah menjadi geger.
"Hoi... ada Bung Karno .' Besoknya saya dimarahi komandan," kata Putu.
Ke depan, Bung Karno dijadikan tahanan rumah oleh pemerintahan Soeharto . Gerak geriknya selalu diawasi dan dibatasi. Bahkan keluarganya sendiri dipersulit untuk menemuinya.
Bung Karno
dijauhkan dari rakyat yang dicintainya. Sang proklamator dibuat seolah-olah hidup seorang diri. Bung Karno dizalimi bangsanya sendiri.
Bung Karno
memang sosok presiden yang tak memanfaatkan jabatan untuk mengumpulkan
pundi-pundi kekayaan. Bahkan, hingga akhir hayatnya, rumah pun dia tak
punya.
Sungguh teladan yang patut ditiru dan cermin bagi para pejabat yang saat ini gemar menumpuk kekayaan lewat korupsi.
sumber: merdeka.com